Kiat Menulis, Tulis Saja, Jangan Takut Salah
Haderi Ideris
Aktivitas menulis, menuangkan
pikiran dalam bentuk tulisan bagi
sebagian orang dianggap sulit, apalagi menulis cerpen. Katanya kalau
menulis cuma cumut sana, kutip sini,
tanggapi sedikit, diulas menurut pendapat sendiri, jadi deh tulisan. Kalau
seperti itu katanya tidak terlalu
mengagumkan. Katanya lagi beda dengan cerpen, yang masuk pada ranah fiktif,
harus memerlukan daya khayal yang tinggi. Nah, imajinasi ini yang menurut sebagian orang dianggap sulit.
Ketika orang tersebut bisa membuat karya fiksi seperti cerpen, novel, katanya sungguh mengagumkan. Benarkah?
Barangkali ada benarnya juga, namun, bagi saya aktivitas
menulis apa pun, fiksi maupun
non-fiksi sama-sama mengagumkan. Pasalnya,
kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk, masih secuil orang yang mau dan mampu menulis. Padahal
ketika ditanya, apakah Anda ingin bisa menulis?
Dari lubuk hati, kita akan menjawab, tentu saja ingin. Namun,
disayangkan masih sebatas ingin. Akhirnya, keinginan itu terkubur bersama mimpi, tak mungkin terwujud dalam kenyataan. Berbeda
dengan mereka yang melakukan, menulis, lalu menulis lagi, dan terus menulis.
Hasilnya nyata, berupa tulisan.
Bagi yang ingin menulis, tulis
saja, jangan takut salah, jangan takut dikritik, jangan takut dicemooh. Namanya
juga belajar, orang yang belajar wajar saja salah. Salah bukan untuk ditakuti,
tetapi untuk diperbaiki. Kalau menulis
mamatok harga mati harus langsung bagus, saya yakin justru hal itu akan
membelenggu diri sendiri, sedikit-sedikit salah, kalau tahu salah, dicoret,
sedikit-sedikit kita menganggap tulisan kita tidak bagus, akhirnya malu
mempublikasikan. Kalau anggapan seperti ini yang kita pelihara, bisa dipastikan satu tulisan pun tidak akan
pernah selesai.
Solusinya, tulis saja dulu, masalah bagus tidaknya, itu perkara nanti,
yang penting dalam pikiran kita
tulisan itu harus selesai. Dalam proses belajar, terus saja menulis,
karena sejelek-jelek tulisan,
sehancur-hancur tulisan, pasti ada saja kandungan manfaatnya, paling tidak, kita
sudah menghasilkan tulisan walau masih jelek. Ya toh?
Perlu diingat kalau tulisan
sudah kita anggap selesai, jangan malu mempublikasikan. Karena sejelek apapun
tulisan kita, pasti ada yang suka. Dan sebagus apa pun tulisan yang dihasilkan,
pasti ada juga orang yang tidak suka. Jadi, bagi yang berkeinginan kuat
mewujudkan mimpinya jadi penulis, fokuskan diri
untuk terus menulis, jangan hiraukan gangguan kiri-kanan kita. Dan
publikasikanlah.
Sekarang, mempublikasikan tulisan sangat mudah. Posting
di fesbuk, tulisan kita pun akan nampang, dan bisa dibaca banyak orang. Jangan
takut tidak dibaca, yang penting berani
mempublis tulisan. Masalah dibaca atau tidak dibaca orang, jangan dipersoalkan.
Kalau dikritik, dan kritikannya
membangun, terima. Kalau mencemooh, anggap saja
itu sebagai pelecut diri untuk
membuktikan pada mereka, kita berani menulis dan mempublis tulisan. Jangan patah
arang, jadikan cemooh itu pendorong
untuk lebih giat melatih diri, tunjukan pada mereka yang mecemooh, bahwa
kita tak ambil pusing dengan mereka, dan kita terus maju, melangkah menggapai
impian kita untuk memfasihkan menulis.
Pancangkan dalam pikiran kita bahwa kita
belajar. Ingatlah bahwa menulis itu melalui proses, dan sadarilah bahwa penulis
terkenal pun sama seperti kita, ketika mereka memulai menulis, mereka juga
jatuh bangun, mereka juga tidak serta merta fasih menulis. Mereka fasih menulis
karena memang terus melakukan, melatih diri dengan terus menulis.
Kalau kita sudah paham dan yakin
dengan apa yang dikemukakan di atas, tunggu apa lagi, menulislah. Kalau mau
menulis cerpen, tinggal tulis, selesai,
dan publis. Mudahkan?
Hahaha, ada yang menyoal, ternyata mudah menulis itu
hanya pada ranah wacana. Ketika mau menulis, dan bersiap menulis, huuuh,
sulitnya minta ampun. Jangankan menyelesaikan satu cerpen, satu paragraf
saja tidak bisa kelar. Kalau ini masalahnya, berarti kita belum
paham apa yang dimaksudkan pada ujaran sebelumnya. Berarti kita masih terbelunggu, oleh keinginan bahwa
menulis harus langsung bagus. Oleh karena itu, jangan pikir langsung bagus dulu. Bebaskan
pikiran kita dari hal demikian. Pikirkanlah bahwa kita harus menghasilkan tulisan. Kalau kita
berpikir ingin menulis cerpen, tulis saja, dan fokuslah pada selesainya tulisan,
bukan pada hasil bagus tidaknya tulisan.
Untuk memudahkan menulis, menulislah seperti kita bercerita, berbicara
pada teman akrab secara lisan. Coba
ingat berapa banyak kata dan kalimat yang
keluar dari lisan kita ketika
berbicara sama teman, istri, atau
anak-anak, sepertinya tidak ada masalah, lancar-lancar saja. Begitulah menulis,
anggap saja ketika kita menulis kita bercerita pada teman akrab kita. Fokus dan
libatkanlah emosi, perasaan kita,
masuklah pada cerita, kalau cerita sedih, dan kalau perlu menangis menangislah
ketika kita menulis.
Seperti itulah pengalaman saya, ketika membuat cerpen
pertama saya di tahun 2008 dengan judul Kujaga Rahasimu. Saya menulis sambil menangis, karena saya
menjiwai cerita, seolah merasakan sakit hatinya sang tokoh. Begitu pula dengan
cerpen saya Pilihan Terindah, yang dimuat dalam buku ini, yang
sebelumnya pernah di publis di Majalah Cahaya Nabawy edisi Maret 2012.
Untuk memulai menulis, kita
perlu pemicu untuk melecutkankannya dalam bentuk tulisan. Bahasa sederhanya,
menulis cerpen bisa kita mulai dengan menggali ide cerita, tema cerita yang
akan kita angkat. Untuk menemukannya banyak cara yang bisa kita lakukan, bisa
dari pengalaman pribadi, bisa juga dari pengalaman orang lain, atau kita bisa
menemukan ide itu dari bahan bacaan.
Saya ambil contoh cerpen saya
Pilihan Terindah, ide cerita ini saya ambil dari pengalaman teman saya yang sudah lama menikah, namun belum
dikaruniai anak. Berarti tema umunya,
tema sentralnya adalah mengangkat masalah rumah tangga, lalu dipersempit lagi
pada masalah rumah tangga yang ingin mendapatkan keturunan. Dari situ saya
kembangkan ceritanya, masalah alurnya
mengalir sendirilah, mau kemana terserah saja dulu, konfliknya juga muncul seiring daya khayal kita,
berkalaborasi dengan pengetahuan yang
kita miliki. Kalau sudah selesai, baru saya edit lagi, jadi deh cerpen.
Nah, sudah jelaskan. tunggu apa
lagi, menulislah. Kalau sudah menulis, dan hasilnya tulisan. Tentu ada banyak hal yang bisa kita pelajari kembali
dari hasil tulisan kita. Oh ini salah, ini kurang bagus, seharusnya begini.
Kalau kita belum bisa menemukan di mana salahnya, di mana jeleknya, jangan
takut minta masukan orang lain. Kalau belum menulis, apanya yang diperbaiki,
apanya yang dimintai masukan dan kritikan? Oleh karena itu, menulis dululah.
Semoga secuil pengalaman ini bisa bermanfaat bagi
pembaca, amin. wallahua`lam.
No comments:
Post a Comment