Thursday, December 13, 2012

Kiat Menulis, Tulis Saja, Jangan Takut Salah


Kiat Menulis, Tulis Saja, Jangan Takut Salah
Haderi Ideris
                Aktivitas menulis, menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan  bagi sebagian orang dianggap sulit, apalagi menulis cerpen. Katanya kalau menulis  cuma cumut sana, kutip sini, tanggapi sedikit, diulas menurut pendapat sendiri, jadi deh tulisan. Kalau seperti  itu katanya tidak terlalu mengagumkan. Katanya lagi beda dengan cerpen, yang masuk pada ranah fiktif, harus memerlukan daya khayal yang tinggi. Nah, imajinasi ini  yang menurut sebagian orang dianggap sulit. Ketika orang tersebut bisa membuat karya fiksi seperti cerpen, novel,  katanya sungguh mengagumkan. Benarkah?

                Barangkali  ada benarnya juga, namun, bagi saya aktivitas menulis apa pun, fiksi  maupun non-fiksi  sama-sama mengagumkan. Pasalnya, kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk, masih secuil  orang yang mau dan mampu menulis. Padahal ketika ditanya, apakah Anda ingin bisa menulis?  Dari lubuk hati, kita akan menjawab, tentu saja ingin. Namun, disayangkan masih sebatas ingin. Akhirnya, keinginan itu terkubur  bersama mimpi,  tak mungkin terwujud dalam kenyataan. Berbeda dengan mereka yang melakukan, menulis, lalu menulis lagi, dan terus menulis. Hasilnya nyata, berupa tulisan.

                Bagi yang ingin menulis, tulis saja, jangan takut salah, jangan takut dikritik, jangan takut dicemooh. Namanya juga belajar, orang yang belajar wajar saja salah. Salah bukan untuk ditakuti, tetapi untuk diperbaiki.  Kalau menulis mamatok harga mati harus langsung bagus, saya yakin justru hal itu akan membelenggu diri sendiri, sedikit-sedikit salah, kalau tahu salah, dicoret, sedikit-sedikit kita menganggap tulisan kita tidak bagus, akhirnya malu mempublikasikan. Kalau anggapan seperti ini yang kita pelihara,  bisa dipastikan satu tulisan pun tidak akan pernah selesai.

                Solusinya, tulis saja dulu,  masalah bagus tidaknya, itu perkara nanti, yang penting  dalam pikiran kita tulisan  itu harus selesai.  Dalam proses belajar, terus saja menulis, karena sejelek-jelek tulisan,  sehancur-hancur tulisan, pasti  ada saja kandungan manfaatnya, paling tidak, kita sudah menghasilkan tulisan walau masih jelek. Ya toh?

                Perlu diingat kalau tulisan sudah kita anggap selesai, jangan malu mempublikasikan. Karena sejelek apapun tulisan kita, pasti ada yang suka. Dan sebagus apa pun tulisan yang dihasilkan, pasti ada juga orang yang tidak suka. Jadi, bagi yang berkeinginan kuat mewujudkan mimpinya jadi penulis, fokuskan diri  untuk terus menulis, jangan hiraukan gangguan kiri-kanan kita. Dan publikasikanlah.

                Sekarang,  mempublikasikan tulisan sangat mudah. Posting di fesbuk, tulisan kita pun akan nampang, dan bisa dibaca banyak orang. Jangan takut tidak dibaca, yang penting  berani mempublis tulisan. Masalah dibaca atau tidak dibaca orang, jangan dipersoalkan.  Kalau dikritik, dan kritikannya membangun, terima. Kalau mencemooh, anggap saja  itu sebagai pelecut diri  untuk membuktikan pada mereka, kita berani menulis dan mempublis tulisan. Jangan patah arang, jadikan cemooh itu pendorong  untuk lebih giat melatih diri, tunjukan pada mereka yang mecemooh, bahwa kita tak ambil pusing dengan mereka, dan kita terus maju, melangkah menggapai impian kita untuk memfasihkan menulis.

                 Pancangkan dalam pikiran kita bahwa kita belajar. Ingatlah bahwa menulis itu melalui proses, dan sadarilah bahwa penulis terkenal pun sama seperti kita, ketika mereka memulai menulis, mereka juga jatuh bangun, mereka juga tidak serta merta fasih menulis. Mereka fasih menulis karena memang terus melakukan, melatih diri dengan terus menulis.
               
                Kalau kita sudah paham dan yakin dengan apa yang dikemukakan di atas, tunggu apa lagi, menulislah. Kalau mau menulis cerpen, tinggal tulis,  selesai, dan publis. Mudahkan?

                Hahaha,   ada yang menyoal, ternyata mudah menulis itu hanya  pada ranah wacana. Ketika  mau menulis, dan bersiap menulis, huuuh, sulitnya minta ampun. Jangankan menyelesaikan satu cerpen, satu paragraf saja  tidak bisa kelar.  Kalau ini masalahnya, berarti kita belum paham apa yang dimaksudkan pada ujaran sebelumnya. Berarti  kita masih terbelunggu, oleh keinginan bahwa menulis harus langsung bagus. Oleh karena itu,  jangan pikir langsung bagus dulu. Bebaskan pikiran kita dari hal demikian. Pikirkanlah bahwa kita  harus menghasilkan tulisan. Kalau kita berpikir ingin menulis cerpen, tulis saja, dan fokuslah pada selesainya tulisan, bukan pada hasil bagus tidaknya tulisan.

                Untuk memudahkan menulis,   menulislah seperti kita bercerita, berbicara pada teman akrab secara lisan.  Coba ingat  berapa banyak kata dan kalimat yang keluar dari lisan kita  ketika berbicara  sama teman, istri, atau anak-anak, sepertinya tidak ada masalah, lancar-lancar saja. Begitulah menulis, anggap saja ketika kita menulis kita bercerita pada teman akrab kita. Fokus dan  libatkanlah emosi, perasaan kita, masuklah pada cerita, kalau cerita sedih, dan kalau perlu menangis menangislah ketika kita menulis.

                Seperti itulah  pengalaman saya, ketika membuat cerpen pertama saya di tahun 2008 dengan judul Kujaga Rahasimu.  Saya menulis sambil menangis, karena saya menjiwai cerita, seolah merasakan sakit hatinya sang tokoh. Begitu pula dengan cerpen saya Pilihan Terindah, yang dimuat dalam buku ini, yang sebelumnya pernah di publis di Majalah Cahaya Nabawy edisi Maret 2012.

                Untuk memulai menulis, kita perlu pemicu untuk melecutkankannya dalam bentuk tulisan. Bahasa sederhanya, menulis cerpen bisa kita mulai dengan menggali ide cerita, tema cerita yang akan kita angkat. Untuk menemukannya banyak cara yang bisa kita lakukan, bisa dari pengalaman pribadi, bisa juga dari pengalaman orang lain, atau kita bisa menemukan ide itu dari bahan bacaan.

                Saya ambil contoh cerpen saya Pilihan Terindah, ide cerita ini saya ambil dari pengalaman teman saya   yang sudah lama menikah, namun belum dikaruniai  anak. Berarti tema umunya, tema sentralnya adalah mengangkat masalah rumah tangga, lalu dipersempit lagi pada masalah rumah tangga yang ingin mendapatkan keturunan. Dari situ saya kembangkan  ceritanya, masalah alurnya mengalir sendirilah, mau kemana terserah saja dulu, konfliknya  juga muncul seiring daya khayal kita, berkalaborasi dengan  pengetahuan yang kita miliki. Kalau sudah selesai, baru saya edit lagi, jadi deh cerpen.
               
                Nah, sudah jelaskan. tunggu apa lagi, menulislah. Kalau sudah menulis, dan hasilnya tulisan. Tentu ada  banyak hal yang bisa kita pelajari kembali dari hasil tulisan kita. Oh ini salah, ini kurang bagus, seharusnya begini. Kalau kita belum bisa menemukan di mana salahnya, di mana jeleknya, jangan takut minta masukan orang lain. Kalau belum menulis, apanya yang diperbaiki, apanya yang dimintai masukan dan kritikan? Oleh karena itu, menulis dululah.

                Semoga  secuil pengalaman ini bisa bermanfaat bagi pembaca, amin. wallahua`lam.

               
               

No comments:

Post a Comment