Monday, April 15, 2013

Buku Motivasi Menulis: 1.1 Miliki Keinginan yang Menggebu dan Kerja Keraslah





            Bila ditanya, Anda ingin pintar menulis? Atau Anda ingin menjadi penulis? Jauh dari lubuk hati yang terdalam, kita akan menjawab ingin sekali. Ketika Anda melihat  artikel, cerpen di surat kabar atau majalah, di sana  terpampang nama dan foto penulisnya, terbetik dalam hati  rasa kagum terhadap mereka. Diam-diam Anda juga ingin seperti mereka. Namun, Anda  tak tahu caranya, tak tahu bagaimana memulainya. Dan, ketika Anda  memulai menulis, Anda bingung sendiri.  Apa yang harus Anda tulis, dan dari mana Anda menulisnya.
            Saat Anda  mencoba menulis satu paragraf, lalu Anda terhenti, tangan Anda berhenti mengetik, pikiran terasa buntu. Lalu Anda memponis diri  tidak mampu, tidak bisa,  tidak punya bakat, dan kata-kata `tidak` lainnya yang disandangkan  ke diri sendiri. Anda pun memponis bahwa menulis itu hanya milik orang-orang yang pintar dan berbakat saja, menulis hanya dimiliki oleh orang yang pendidikan tinggi saja, menulis hanya dimiliki oleh orang yang usianya sudah matang, dan berpengalaman saja, dan kata-kata `hanya`, dan `hanya` terus tergiang dalam diri Anda yang menandaskan diri  tidak mampu.
            Padahal, andai Anda tahu bahwa mereka yang menulis itu asal mulanya seperti Anda juga, ada rasa mender, ada rasa tidak mampu, namun  mereka menemukan cara jitu mengatasi kekurangan mereka dan akhirnya, mereka menghasilkan tulisan, mampu menulis, pintar menulis. Apa yang mereka lalukan itulah yang harus Anda ambil sebagai bahan pelajaran.
            Coba perhatikan, ketika Anda mencoba menulis satu kali, lalu gagal, serta-merta Anda memponis diri Anda tidak mampu, dan Anda tidak berkeinginan mencoba lagi, itulah kesalahan fatal yang Anda lakukan. Padahalal  penulis-penulis terkenal pun mengalami hal  yang sama dengan Anda.
            Lalu, apa yang mesti Anda lakukan? Ubahlah pola pikir Anda!  Tadinya Anda memponis diri Anda tidak berbakat, ubah dan tanamkan dalam pikiran Anda bahwa menulis itu tidak tergantung bakat, atau tidak tergantung kepintaran, tetapi camkan dalam  pikiran Anda bahwa menulis adalah keterampilan yang harus dilatih, dilatih dan dilatih dengan menulis, menulis dan terus menulis. Ibarat orang yang  belajar bersepeda, pada mulanya belum bisa, lalu mencoba, mencoba lagi, mencoba lagi dan akhirnya bisa bersepeda. Bahkan,  ketika orang itu terus mencoba dengan gaya-gaya yang baru, tidak hanya bersepeda biasa, mereka pun bisa bergaya, menjamping, dan mampu melakukan akrubatik yang dirasa mustahil bagi mereka tidak pernah berlatih. Semua itu bisa mereka dapatkan  dengan latihan,  kerja keras, dan pantang menyerah.  Hal ini menegaskan  bahwa  yang  dikatakan Thomas Alfa Edison memang benar bahwa kesuksesan seseorang itu hanya 1 persen karena bakat   dan 99 persennya  karena kerja keras.
            Kalau Anda sudah mengetahui cara dasarnya, dan memang seperti itu yang harus Anda lakukan, Anda akan bisa mengatakan bahwa menulis itu gampang, menulis itu mudah saja. Jangan sekali-kali Anda katakan lagi bahwa menulis itu sulit, menulis itu susah. Jangan, sekali lagi jangan Anda katakan. 
            Suatu ketika saya mengahadiri kegiatan ceramah Buya KH. Ahmad Ansari. Beliau membicarakan masalah himmah. Kaitannya dengan menulis, saya sangat tertarik mengangkatnya dalam buku ini karena ini termasuk perkara yang penting. Himmah adalah keinginan yang menggebu-gebu, keinganan yang kuat dari hati untuk mendapatkan sesuatu. Himmah atau keingingan diperlukan sebelum adanya gerak untuk mewujudkannya. Ini adalah tahapan pertama yang harus kita miliki karena tanpa itu kemungkinan tercapainya sesuatu tidak akan berhasil secara maksimal, dan walaupun kita dapatkan tanpa keinganan sebelumnya, tentu itu di luar kebiasaan dan suatu kemujuran itu memang ada. Namun, di sini kita membicarakan suatu yang biasa dan lumrah dilalui oleh orang kebanyakan.
            Memang antara keinginan harus sejalan dengan kemampuan. Ada orang yang memiliki kemampuan, tetapi tidak ada kemauan. Misalnya dalam hal menunaikan ibadah haji. Ada juga orang  yang memiliki keinginan, tetapi belum memiliki kemampuan. Maka ibadah haji pun belum bisa dilaksanakan. Ada keinginan dan kebetulan ada kemampuan, namun masih harus masuk daftar tunggu. Walau demikian tentu harapan untuk bisa berangkat menunaikan ibadah haji sudah nyata di depan mata.
            Anggaplah Anda  berada pada posisi orang yang kedua  yaitu  ada keinginan, tetapi belum ada kemampuan. Namun, ingatlah bahwa dengan adanya keinginan itu membuat Anda  bersemangat untuk bisa mewujudkanya, dengan terus berusaha agar diberi kemampuan. Bukankah Anda pernah mendengar cerita tukang bubur naik haji, tukang sayur bisa naik haji? Hal itu tidak mustahil karena jika Allah  sudah berkehendak, apa pun bisa terjadi. Kun fayakun.
            Keinginan yang timbul dari hati  itu akan menjadi doa, semakin kuat keinginan, semakin kuat pula frekuensi yang diinginkan itu tergambar di pikiran. Di sinilah apa yang disebut dengan kalam Allah. Jika Allah menghendaki sesuatu, hanya dengan mengatakan jadi, maka jadilah ia.
            Yang selama ini kita pelihara adalah kelemahan jiwa, tidak berani  bercita-cita, tidak berani berkeinginan karena berpegang pada nalar bahwa  hal itu tidak mungkin bisa  tertunaikan lantaran mengingat penghasilan selama ini. Anda berkata, Ah, mana pungkin Aku bisa menunaikan ibadah haji, sementara penghasilanku cuma cukup makan sehari. Kalau Anda mengatakan hal seperti itu, itulah yang akan terjadi.      Sama halnya dengan  Anda ingin jadi penulis, lalu Anda katakan pada diri Anda sendiri atau atau Anda katakan kepada orang lain, ah, mana mungkin aku bisa jadi penulis, sementara ilmuku cuma secuil, pendidikanku tidak tinggi, aku kan  bukan sarjana, menulis itu cuma milik orang yang berbakat saja, aku tidak bisa menyisihkan waktu untuk itu, dan berbagai alasan lain yang Anda jadikan alasan untuk mematahkan semangat Anda sendiri.
            Bermimpi, berkeingianan, bercita-cita saja Anda tidak berani, padahal berkeinginan dan bercita-cita tidaklah memakai biaya. Padahal jika Anda tahu, cita-cita luhur, berkeingan yang baik adalah bagian dari ibadah, walau belum terwujudkan. Lalu, apakah hanya sampai di situ, hanya sampai di mimpi saja? Rugi dong. Lalu?
            Berani bermimpi, bercita-cita, berkeinginan  bukanlah suatu hal main-main, tetapi suatu hal yang sangat dibutuhkan bagi mereka yang ingin mendapatkan kesuksesan, dibidang apa saja. Karena apa yang dicita-citakan, apa yang dikatakan, apa yang kita sangkakan itulah yang akan ditakdirkan oleh Allah. Dalam Hadits Qudsi, Allah berfirman, Aku kata Allah, sesuai dengan sangkaan hambaku.  Inilah kaitannya dengan kun fayakun tadi.
            Sangkaan, keinginan yang diiringi keyakinan yang kuat akan mendapatkan sesuatu yang dicita-citakan itu tidak hanya dimiliki oleh kita umat Islam yang beriman, namun siapa pun bisa mendapatkannya, Allah akan memberikannnya, walaupun ia mengingkari ayat-ayat Allah  itu sendiri. Dan, kebanyakannya justeru mereka yang tidak beriman yang banyak mempraktikkannya. Padahal mereka tidak  berdoa kepada Allah, tapi mereka diberi Allah sesuai dengan apa yang mereka yakini keberhasilannya. Coba Anda perhatikan ayat Alquran surah Maryam ayat 77-79 berikut:
           
            أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لَأُوتَيَنَّ مَالاً وَوَلَداً -٧٧- أَاطَّلَعَ الْغَيْبَ أَمِ اتَّخَذَ عِندَ الرَّحْمَنِ عَهْداً -٧٨- كَلَّا سَنَكْتُبُ مَا يَقُولُ وَنَمُدُّ لَهُ مِنَ الْعَذَابِ مَدّاً -٧٩-
“Lalu apakah engkau telah melihat orang yang mengingkari ayat-ayat Kami dan dia mengatakan, “Pasti aku akan diberi harta dan anak.” Apakah dia melihat yang gaib atau dia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pengasih? Sama sekali tidak! Kami akan Menulis apa yang dia katakan, dan Kami akan Memperpanjang azab untuknya secara sempurna.”
            Kalau kita perhatikan ayat di atas, orang yang mengingkari ayat-ayat Allah mangatakan dengan penuh keyakinan bahwa mereka  akan diberi harta dan anak. Mereka begitu yakin, padahal mereka tidaklah melihat hal yang gaib dan tidak pula mengambil perjanjian dengan Allah. Mereka cuma mengatakan dengan penuh keyakinan saja, dan itu dicatat oleh Allah, ditetapkan oleh Allah dan menjadi kenyataan. Namun, sangat disayangkan mereka tidak beriman kepada Allah. Walaupun mereka mendapatkan apa yang mereka cita-citakan, apa yang mereka katakan, tetapi azab Allah akan tetap menimpa mereka.
            Nah, orang yang mengingkari Allah saja diberi lantaran mereka berani bermimpi, berani bercita-cita. Lalu bagaimana dengan Anda? Apakah Anda berani berkeingan pintar menulis, berani  bermimpi jadi penulis?
            Kalau Anda memang berani bermimpi jadi penulis, bercita-cita jadi penulis, ingin pintar menulis, sekarang bangun dan bergeraklah, wujudkan keinginginan Anda itu dengan melakukan. Bukan hanya sekadar memiliki keinginan biasa, tetapi Anda harus memiliki keinginan yang menggebu-gebu. Jangan ragu, Anda harus berani memulainya. Karena langkah kedua tidak akan pernah ada kalau belum memulai langkah pertama. Dan, kalau Anda mengalami kesulitan, ingatlah kembali bahwa Anda memiliki keinginan, cita-cita mulia, yang harus Anda wujudkan. Yakinlah bahwa Anda bisa, Anda mampu. Dengan keyakinan itulah Anda akan berani mewujudkannya. Caranya? Anda jangan khawatir, saya akan membimbing Anda melalui buku ini, terus saja simak, asal Anda mau mengerjakan apa yang saya sarankan di buku ini. Saya yakin Anda akan pintar menulis cerpen. Anda siap?

No comments:

Post a Comment