HARI
PERTAMA
UBAH POLA PIKIR ANDA
Mengapa banyak orang beranggapan bahwa menulis itu susah, menulis
itu sulit? Dan, apakah Anda termasuk orang yang beranggapan seperti itu?
Padahal,
jika Anda tahu caranya, menjadi penulis syaratnya tidak terlalu rumit. Anda cukup
tidak buta aksara. Itulah modal dasarnya. Selanjutnya, Anda terus
berlatih menulis dengan menulis. Karena menulis merupakan keterampilan, untuk
mendapatkannya tidak ada cara lain kecuali hanya dengan banyak berlatih.
Sebagai bahan acuan Anda berlatih menulis, buku Pintar Menulis Cerpen dalam Sepekan
ini saya susun. Sebenarnya buku ini
hanya acuan saja, waktu sepekan menurut saya cukup singkat. Acuan waktu sepekan yang saya gunakan dalam buku ini bisa
tarik-ulur. Anda bisa mengulur waktunya
pintar menulis cerpen dalam waktu tujuh tahun, hehe, lama amat ya, tujuh
bulan, tujuh minggu, sebulan. Atau, bisa Anda tarik menjadi tujuh jam Anda
sudah pintar menulis cerpen. Itu tergantung
pikiran Anda. Kalau Anda pikir bisa, pasti bisa. Jadi, sepekan di sini saya gunakan untuk tahapan kronologis penulisan buku saja. Tepatnya , Paling tidak
ada tujuh tahapan yang harus kita lakukan kalau
Anda ingin pintar menulis cerpen. Namun, sekali lagi saya katakan bahwa
tahapan atau langkah yang saya tawarkan juga tidak mengikat harus begitu karena para penulis memiliki
kreativitas masing-masing dalam
berkarya.
Sebagai
bahan motivasi awal bagi Anda, saya
punya teman yang cerpen pertamanya dimuat di Serambi Ummah, namanya Syamsul
Arifin. Awal kisah, Hari Minggu, tanggal 15 Juli 2012, Syamsul datang ke rumah saya. Ia siswa baru
Madrasah Aliyah Rakha Amuntai. Dan ia juga mondok di Asrama Ponpes Raudhatuthalibin
asuhan KH.Mukti. Ia mengenal saya lewat
buku saya yang berjudul Mudah Menulis Cerpen, yang ia beli di toko buku Sumber.
Sebelum ia datang ke rumah, beberapa hari sebelumnya, ia minta waktu berbicara
lewat HP, saya bersedia meluangkan waktu untuknya. Ternyata ia tertarik menulis
cerpen setelah membaca buku tersebut. Hampir satu jam pembicaraan
lewat telepon, banyak pertanyaan yang ia lontarkan, mulai apa itu tema,
apakah sama dengan judul, perlukah membuat kerangka terlebih dahulu, dan
lainnya. Jawaban pemungkas saya begini,
kalau kamu mau menulis cerpen, tulis saja, jangan memikirkan apa itu tema, yang
penting menulis. Alhasil, hari ini ia
memperlihatkan karyanya. Luar biasa.
Alhamdulillah,
hati tersenang. Namun, ketersenangan saya agak terusik setelah mendengar
ceritanya, bahwa buku yang dibelinya itu disita oleh kakak pembinanya. Alasannya, barangkali belum saatnya membaca
buku-buku seperti itu, atau mungkin kover bukunya bergambar gadis, entahlah.
Untuk
mengganti bukunya yang disita itu saya hadiahkan buku kiriman Pak Ewa, Percaya
Ngak Percaya Menulis Itu Mudah, dan saya kasih juga buku saya, Sekarang Saatnya
Belajar Menulis dengan Menulis. Dengan harapan semoga ia lebih semangat
menulis.
Membaca
hasil karyanya, saya tercengang. Saya berkata dalam hati, anak ini memiliki
potensi yang luar biasa. Ya, walaupun kita akui masih banyak kesalahan, baik
dari segi tanda baca, kalimat yang kurang efektif, dan pilihan katanya. Setelah
saya koreksi, ia mengerti dan bersedia
memperbaikinya lagi. Saya katakan kepadanya, Kalau sudah diperbaiki, serahkan
lagi, dan insyaallah saya edit lagi, lalu kita masukkan ke Antologi GPM Amuntai. Ia mengakurinya. Rupanya karya tadi
ia kirimkan ke redaksi serambi ummah, ternyata diterbitkan. Luar biasa kan?
Beberapa
minggu sebelumnya siswi MAN 5 Haur
Gading juga pernah datang ke rumah, namanya Radhiati. Ia menyerahkan tiga
cerpennya. Ia juga mengenal saya lewat buku yang ia baca. Sebagai hadiah untuk
memacunya lebih giat menulis, saya hadiahkan buku Menulis Tanpa Berguru karya
Pak Ersis Warmansyah Abbas.
Benar
apa yang dikatakan Pak Ewa, belajar menulis, ya dengan menulis. Tak perlu
banyak tanya, tak perlu banyak menyoal, tak perlu banyak beralasan. Tulis,
pastinya tulisan pun ada. Dua orang siswa yang saya paparkan di atas adalah
buktinya. Persolan belum bagus, masih banyak salahnya, tak perlu dipersoalkan.
Karena menurut saya hal itu jauh lebih bagus ketimbang tidak menulis. Menulis,
nyata hasilnya tulisan. Nah, dari tulisan itulah kita belajar. Kalau salah,
tinggal perbaiki. Kalau belum bagus, menulis lagi yang lebih bagus. Kalau belum
menulis, apa yang harus diperbaiki? Makanya menulis dulu, baru kita tahu mana
salah, mana kurangnya.
Anda
tak perlu heran, kalau Alya yang berumur sebelas tahun, di tahun 2009 ia sudah
menerbitkan novelnya yang ketiga, Senyum Monalisa. Lalu Anda bagaimana? Kalau Anda sudah siap, dan memang berkeinginan
pintar menulis cerpen, langkah pertama yang harus Anda lakukan adalah ubah pola pikir Anda
dulu.
Selama
ini Anda menganggap menulis itu sulit.
Anggapan itu yang harus kita ubah. Anda mengatakan itu karena Anda belum
tahu caranya. Kalau Anda mengetahui caranya, Anda akan mengatakan bahwa menulis
itu memang mudah, setidaknya menulis itu
tidak sesulit yang Anda bayangkan selama ini. Untuk mengubah pola pikir tadi saya akan memberikan suntikan khusus
buat Anda pada uraian berikutnya, sehingga akan
menambah semangat Anda untuk mengubah pola pikir Anda. (Bersambung)
No comments:
Post a Comment